Monday 8 August 2011

Memaknai dan Menjaga Keikhlasan

“Seorang yang melakukan perbuatan, tetapi didasari untuk mendapatkan sesuatu. Sesuatu yang bukan berdasarkan pada Allah. Juga termasuk Ikhlas! Tetapi, keikhlasan itu hanya pada sesuatu yang diinginkannya saja. Dan dia tidak mendapatkan pahala ikhlas yang diberikan oleh Allah. Dalam sebuah hadits disebutkan, diriwayatkan oleh Ahmad. “Sebaik-baik usaha adalah usaha tangan seorang pekerja apabila ia mengerjakannya dengan tulus.”

Jadi semua itu, mempunyai nilai keikhlasan sendirisendiri.
Jika seseorang meniatkan dirinya untuk Allah, maka Allah lah yang akan
menjadi tujuannya. Dan pahala yang akan didapatkannya. Sedangkan, jika seorang
meniatkan untuk hal-hal yang lain. Selain Allah. Maka, hanya hal itu saja yang akan
didapatkannya!” jelasku.

“Lalu, cara untuk ikhlas atau menjaga ikhlas dalam dakwah bagaimana Mbak?
Kadang, ana sangat ikhlas sekali untuk mengadakan kegiatan. Tetapi, saat kegiatan itu
tidak sesuai dengan harapan. Keihlasan ana menjadi pupus!” tanya Maya.

“Iya, kadang kita benar-benar sangat bersemangat dalam beradakwah. Dan kadang
kala kita menjadi luntur atau futur. Saat-saat apa yang kita harapkan tidak tercapai.
Atau kita bosan dengan kegiatan tersebut! Mungkin, kita perlu merefiu kembali jalan
dakwah yang kita lakukan. Saat kita melakukan sebuah kegiatan. Dengan harapan,
bahwa kegiatan itu akan mencapai target yang ingin kita capai.

Tetapi sayang,beberapa teman-teman kita banyak yang tidak datang dalam kegiatan tersebut.
Biasanya membuat kita menjadi pesimis dengan berlangsungnya kegiatan dengan
bagus! Atau panitia kegiatan banyak yang datang terlambat. Itu juga, salah satu yang
membuat keikhlasan menjadi luntur!

Pernah ada seorang akhwat, melakukan kegiatan yang sudah sangat dirancang
dengan matang. Lalu, pada saat pelaksanaan kegiatan. Banyak akhwat-akhwat panitia
yang terlambat hadir atau bahkan tidak hadir. Akhwat ini bingung. Peserta sudah
sangat membludak. Tetapi, panitia banyak yang tidak hadir. Akhirnya akhwat ini
menelephon seorang akhwat yang belum hadir.

Sebuah percakapan terjadi :

Akhwat A       : Ukhti, anti dimana? Peserta sudah banyak. Anti tolong
   kemari dong!
Akhwat B       : Afwan ana tidak bisa hadir. Ana ada keperluaan! Semoga anti dan teman-teman  bisa mengatasi sendiri. (Ucapnya dengan enteng, tidak ada penyesalan sama sekali)
Akhwat A       : Anti kok nggak bilang saat syuro’. Kalau seperti ini kan kasihan Al Ukh yang  lain. (Ucapnya, sedikit agak emosi)
Akhwat B       : Iya, Afwan. Ana hari ini ada teman yang lagi main kerumah. Jadi nggak bisa ninggal! Semoga anti tetap niat ikhlas anti tidak ternodai dengan nafsu amarah anti. (Ucapnya, tanpa ada perasaan yang bersalah)
Akhwat A       : Masya Allah, Ukh! Anti kan bisa ajak teman anti disini! (Ucapnya agak tegas, dengan nada yang meninggi. Sedikit terlihat emosi)
Akhwat B       : Afwan, nggak enak. Nanti ganggu anti dan teman - teman. Lebih baik, anti dan teman-teman tetap istiqomah dijalan dakwah. Dan tetap, semoga niat anti nggak ternodai dengan nafsu amarah anti. (Ucapnya, tanpa ada perasaan yang bersalah. Seperti ingin menasehati)
Akhwat A       : TAHU APA ANTI TENTANG ISTIQOMAH DAN IKHLAS. (Ucapnya dengan keras. Setelah itu menutup telephon)

Baik. Sekarang siapa yang salah” ucapku. Sambil melihat satu persatu Al Ukh, Halaqoh Cyber Liqo’.

Mereka terlihat bingung. Sesekali ada yang mengatakan salah satu yang salah. Tetapi ada juga, yang menyalahkan kedua akhwat itu. Dengan alasan, akhwat satu yang menelphon tidak mempunyai kesabaran untuk menghadapi Akhwat yang ditelephon. Lalu akhwat yang ditelephon, tidak mempunyai rasa persaudaraan yang kuat kepada akhwat yang lainnya. Tetapi, lebih banyak yang diam. Tidak berkomentar, atau menungguku untuk lebih dalam menjelaskan persoalan ini.

“Iya! Dalam kasus tadi. Kita dapat mengambil sebuah ibroh atau hikmahnya.

Memang, niat ikhlas itu sangat diharapkan untuk tidak keluar dari dalam niat kita. Tetapi, ada penyebab yang membuat niat ikhlas itu keluar. Yaitu, dengan cobaan seperti apa yang terjadi dalam kasus tadi! Seorang, yang sudah ikhlas dalam hatinya.

Akhirnya ternodai oleh saudaranya sendiri!
Ikhlas, bukan berarti tidak butuh bantuan.
Ikhlas, bukan berarti bertindak sendirian.

Dan  seharusnya, untuk menjaga keikhlasan sesama saudara.
Maka saudara yang lainnya, pun harus ikut menjaga niat keikhlasan dalam perjuangan saudaranya.
Bukan malah, membiarkan saudaranya berjuang sendiri. Lalu dengan seenaknya, saudara yang lainnya mengatakan tentang keikhlasan.

Keikhlasan tentang saudara yang lainnya. Ini berarti, menjadikan tumbal saudara kita sendiri!”
Aku sedikit menarik nafas, lalu menghembuskannya pelan. “Maka, untuk menjaga niat ikhlas kita. Seharusnya, sikap kita adalah tidak mementingkan hasil dari apa yang kita kerjakan.

Cukuplah usaha yang kita jalankan, sesuai dengan apa yang memang seharusnya. Tidak usah begitu mengharapkan hasil yang sempurna. Tetapi, tetap ada hasilnya! Dan cukuplah Allah, yang memberikan hasil dari kita. Cukuplah kita, berikhtiar dengan usaha yang kita lakukan.”

#copas dari E-Book Aku Menggugat Ikhwan dan Akhwat karya Fajar Agustanto

No comments:

Post a Comment